Sabtu, 24 Desember 2011

Pemecahan Masalah


DEFINISI PEMECAHAN MASALAH
Problem solving atau Pemecahan Masalah adalah kemampuan berpikir yang utama karena hal itu meliputi cara berpikir yang lainnya: berpikir kreatif  dan analitis untuk pembuatan keputusan.
1.      Berpikir Kreatif, adalah berpikir yang memberikan perspektif baru atau  menangkap peluang baru sehingga memunculkan ide-ide baru yang belum pernah ada. Kreatif tidak hanya demikian tetapi kreatif juga sebuah kombinasi baru yaitu kumpulan gagasan baru hasil dari gagasan-gagasan lama.menggabungkan beberapa gagasan menjadi sebuah ide baru yang lebih baik.
2.       Berpikir Analitis, adalah berpikir yang menggunakan sebuah tahapan atau langkah-langkah logis. Langkah berpikir analitis ialah dengan menguji sebuah pernyataan atau bukti dengan standar objektif, melihat bawah permukaan sampai akar-akar permasalahan, menimbang atau memutuskan atas dasar logika.
Kedua cara ini tidak saling bertentangan, tetapi saling melengkapi sesuai konteksnya. Sebagai contoh Anda perlu berpikir kreatif dalam memecahkan sebuah persoalan, namun anda juga perlu berpikir Analitis untuk memutuskan mana yang terbaik diantara kemungkinan kreatif anda.
PROSES PEMECAHAN MASALAH
1.      Penafsiran Masalah : Disebut juga dengan mendefinisikan masalah dengan cara berpikir kreatif
2.      Strategi Pemecahan Masalah : Membuat seleksi terhadap strategi pemecahan masalah yang terbaik
BEBERAPA STRATEGI PEMECAHAN MASALAH YANG SERING DIGUNAKAN
·         Trial and error : Membutuhkan waktu yang lama.
·         Informational Retrieval : mendapatkan kembali informasi untuk pemecahan masalah dengan cepat.
·       Algoritma : suatu metode pemecahan masalah yang menjamin suatu pemecahan masalah jika tersdia kesempatan bagi seseorang untuk mengembangkannya.
·         Heuristic : membantu untuk menyederhanakan masalah, dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu. Ada empat metode Heuristic yaitu:
1.      Hill Climbing  : suatu stategi heuristic dimana setiap langkah menggerakkan secara progersif untuk lebih dekat pada tujuan akhir.
2.      Subgoals : metode pemecahan suatu masalah dengan menjadikannya lebih kecil atau menjadi bagian-bagian, dimana-mana masing-masing tersebut bertujuan untuk mempermudah pemecahan.
3.      Mean and Analysis : suatu stategi heuristic yang sasarannya untuk mengurangi perbedaan antara situasi yang terjadi dengan tujuan yang diinginkan melalui perantara suatu cara.
4.      Working Backward : suatu stategi heuristic dimana kita harus bergerak mundur dari tujuan kita dalam keadaan-keadaan tertentu.
http://psikologi.or.id

Berpikir Analitis


Berpikir secara analitis (analytical thinking) diperlukan terutama dalam memecahkan suatu masalah. Namun, diperlukan teknik dan kerangka kerja yang sistematis (systematic framework) untuk mempercepat penemuan solusi terhadap masalah tersebut. 
Salah satu pendekatan sistematis dan saintis dalam berpikir analitis adalah dengan kerangka kerja yang menggunakan model Problem – Hypotheses – Facts – Analysis – Solution. Gambar dibawah adalah bentuk representatif dari kerangka kerja ini. Sebelum melangkah lebih jauh, perlu diketahui definisi dari masing-masing langkah kerangka kerja ini : 
Problem : Adalah keadaan atau situasi yang memerlukan perbaikan. Hampir kebanyakan problem (masalah) diidentifikasi oleh pelanggan /klien kita. Dengan menentukan problem secara tepat akan meningkatkan fokus kita dalam penyelesaian masalah. Anda dapat menggunakan teknik probing masalah (root cause analysis dengan 5 whys dst) untuk mencari apakah itu merupakan problem sebenarnya. 
Hypotheses : Adalah penjelasan sementara melalui observasi yang dapat diuji kembali melalui investigasi lebih lanjut. Dengan memecahkan masalah ke dalam berbagai faktor (breakdown analysis), memudahkan dalam membuat suatu hipotesa.
Facts : Adalah informasi yang bermakna (meaningful information), bisa kualitatif atau kuantitatif terhadap pengambilan keputusan. Yang terpenting adalah pencarian fakta adalah :
1.      Mengetahui apa yang perlu digali
2.      Mengetahui cara menyaring informasi
3.      Mengetahui cara verifikasi
4.      Mengetahui fakta mana yang bisa diaplikasikan. 
Analysis : Adalah proses yang dilakukan secara hati-hati dengan membagi-bagi masalah dengan melalui aplikasi teknis analisis dan penerapan pengetahuan yang tepat. Sebagai contoh, analisa fakta membutuhkan pembuktian hipotesa. 
Solution : Adalah rekomendasi final yang disajikan sebagai hasil dari pengujian hipotesa. Yang penting dari solusi ini adalah memenuhi keinginan dan harapan klien serta dapat diimplementasikan. Percuma memberikan solusi yang tak mungkin diimplementasi. Karena itu, menjalankan solusi dalam suatu contoh atau percobaan (exercise), merupakan teknik efektif untuk menguji apakah solusi tersebut terbukti handal. 
http://ilmusdm.wordpress.com/

Berpikir Kreatif

A.  Berpikir Kreatif
Berpikir kreatif adalah suatu cara berpikir dimana seseorang mencoba menemukan hubungan-hubungan baru untuk memperoleh jawaban baru terhadap masalah. Dalam berpikir kreatif, seseorang dituntut untuk dapat memperoleh lebih dari satu jawaban terhadap suatu persoalan dan untuk itu maka diperlukan imajinasi. Adapun berpikir analitis adalah berpikir yang sebaliknya menggunakan suatu pendekatan logis menuju ke jawaban tunggal.
Sebenarnya dalam menghadapi masalah kita membutuhkan kedua jenis berpikir tersebut, yaitu berpikir logis-analitis dan berpikir kreatif. Berpikir logis-analitis sering disebut dengan berpikir konvergen, karena cara berpikir ini cenderung menyempit dan menuju ke jawaban tunggal. Sementara itu berpikir kreatid sering disebut sebagai berpikir divergen, karena disini pikiran didorong untuk menyebar jauh dan meluas dalam mencari ide-ide baru.
B.  Proses Berpikir Kreatif
Dalam berpikir kreatif proses yang terjadi ternyata melalui beberapa tahapan tertentu. Suatu ide tidak dapat dengan tiba-tiba muncul di dalam benak kita. Ide-ide terjadi setelah berbagai macam simbol diolah di alam bawah sadar kita. Sehingga dapat dikatakan bahwa dalam terjadinya berpikir kreatif, mau tidak mau akan melewati beberapa tahap. Adapun tahap-tahap tersebut antara lain adalah : persiapan, inkubasi, iluminasi, evaluasi, dan revisi.
·         Tahap Persiapan. Dalam masa persiapan, seorang pemikir atau kreator memformulasikan masalahnya dan mengumpulkan semua fakta dan data yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah. Kadang-kadang meski telah lama berkonsentrasi lama, pemecahan masalah belum muncul juga ke dalam benaknya.
·         Tahap Inkubasi. Jika pemikir kemudian mengalihkan perhatian dari persoalana yang sedang dihadapinya tersebut berarti ia telah memasuki tahap inkubasi. Pada tahap ini, ide-ide yang mencampuri dan mengganggu cenderung menghilang. Sementara itu, pemikir mendapat pengalaman baru. Pengalaman tersebut dapat menambah kunci bagi pemecahan masalah.
·         Tahap Iluminasi. Pada periode ini pemikir mengalami insight atau “Aha!”. Tiba-tiba saja cara pemecahan masalah muncul dengan sendirinya.
·         Tahap Evaluasi. Evaluasi terjadi setelah muncul pemecahan masalahnya, tujuannya adalah untuk menilai apakah pemecahan masalah tersebut sudah tepat atau belum. Seringkali pemecahan masalah yang muncul tidak tepat, sehingga pemikir harus memulainya lagi dari awal pentahapan.
·         Tahap Revisi. Apabila cara pemecahan masalah tersebut sudah tepat atau mungkin masih memerlukan penyesuaian dan perbaikan-perbaikan di sana-sini, maka tahap ini adalah tahap revisi, yaitu perbaikan pemecahan masalah agar menjadi lebih tepat.
C.  Kreativitas
Banyak orang yang mengabaikan kreativitas sebab dia tidak menyadari manfaat dari kreativitas. Beberapa alasan yang menjadikan sangat pentingnya kreativitas adalah :
1.      Hidup selalu berhadapan dengan masalah, Anda perlu ide-ide untuk mengatasi masalah tersebut. Anda harus kreatif mencari ide-ide untuk memecahkan masalah yang Anda hadapi.
2.      Persaingan tidak pernah berhenti. Anda akan menghadapi produk yang sama dengan yang Anda jual. Anda harus kreatif menghasilkan ide-ide untuk membuat atau memperbaiki produk Anda agar tetap unggul.
3.      Seringkali, yang membedakan Anda dengan karyawan lain ialah kreativitas Anda dalam mencari solusi, menghasil ide-ide terobosan, dan dalam menjalankan tugas Anda.
4.      Orang kreatif tidak mudah menyerah, karena selalu memiliki solusi alternatif.
Adapun sikap-sikap yang harus dikembangkan agar menjadi kreatif adalah :
1.      Kreativitas ditentukan sejauh mana kita menginginkan hal-hal baru. Motivasi ini dilandasi sejauh mana kita menginginkan perbaikan dalam hidup atau sejauh mana kesulitan yang dialami. Pertanyaan yang sangat penting ialah sejauh mana kita menginginkan hal yang baru? Temukan motivator tersebut dan tetapkan dalam pikiran.
2.      Biasanya orang sering mendapatkan ide justru pada saat rileks ketimbang berfikir serius. Jadi saat ingin menyelesaikan masalah, atau ingin mencari suatu ide baru coba saja untuk rileks. Namun sebelum rileks perlu untuk menyatakan apa yang akan dicari, katakan berulang-ulang sampai meresap ke dalam pikiran bawah sadar, kemudian rileks. Ide-ide atau solusi akan muncul pada saat-saat yang tidak terduga.
3.      Takut terhadap resiko yang terdapat pada ide justru akan menghambat jalan keluar ide. Setiap gagasan atau solusi mungkin akan mengandung resiko, tetapi jika ingin kreatif kita harus berani mengambil resikonya.
Namun, perlu dicermati pula bahwa terdapat sikap-sikap yang menjadi suatu hambatan dalam berpikir kreatif, yaitu :
·         Rasa Takut. Rasa takut gagal, takut salah, takut dimarahi, dan rasa takut lainnya sering menghambat seseorang untuk berpikir kreatif.
·         Rasa Puas. Orang yang sudah puas akan prestasi yang diraihnya, serta telah merasa nyaman dengan kondisi yang dijalaninya seringkali terbutakan oleh rasa bangga dan rasa puas tersebut sehingga orang tersebut tidak terdorong untuk menjadi kreatif mencoba yang baru, belajar sesuatu yang baru, ataupun menciptakan sesuatu yang baru.
·         Rutinitas Tinggi. Rutinitas menjadi hambatan untuk memanfaatkan kemampuan berpikir kreatif. perlu menyisihkan waktu khusus untuk mengisi `kehausan’ akan kreativitas, misalnya baca buku tiap minggu, perluas lingkungan sosial dengan mengikuti perkumpulan-perkumpulan di luar pekerjaan.
·         Kemalasan Mental. Orang yang malas menggunakan kemampuan otaknya untuk berpikir kreatif sering tertinggal dalam karir dan prestasi kerja oleh orang-orang yang tidak malas untuk mengasah otaknya guna memikirkan sesuatu yang baru, ataupun mencoba yang baru.
·         Birokrasi. Proses birokrasi yang terlalu berliku-liku sering mematahkan semangat orang untuk berkreasi ataupun menyampaikan ide dan usulan perbaikan. Biasanya semakin besar organisasi, semakin panjang proses birokrasi, sehingga masalah yang terjadi di lapangan tidak bisa langsung terdeteksi oleh top management karena harus melewati rantai birokrasi yang panjang.

http://ilerning.com/

Selasa, 20 Desember 2011

Berpikir Reflektif


Berpikir reflektif (reflective thinking) merupakan bagian dari metode penelitan yang dikemukakan oleh John Dewey. Pendapat Dewey menyatakan bahwa pendidikan merupakan proses sosial dimana anggota masyarakat yang belum matang (terutama anak-anak) diajak ikut berpartisipasi dalam masyarakat. Tujuan pendidikan adalah memberikan kontribusi dalam perkembangan pribadi dan sosial seseorang melalui pengalaman dan pemecahan masalah yang berlangsung secara reflektif (Reflective Thinking).
Menurut John Dewey metode reflektif di dalam memecahkan masalah, yaitu suatu proses berpikir aktif, hati-hati, yang dilandasi proses berpikir ke arah kesimpulan-kesimpulan yang definitif melalui lima langkah yaitu :
  1. Siswa mengenali masalah, masalah itu datang dari luar diri siswa itu sendiri.
  2. Selanjutnya siswa akan menyelidiki dan menganalisa kesulitannya dan menentukan masalah yang dihadapinya.
  3. Lalu dia menghubungkan uraian-uraian hasil analisisnya itu atau satu sama lain, dan mengumpulkan berbagai kemungkinan guna memecahkan masalah tersebut. Dalam bertindak ia dipimpin oleh pengalamannya sendiri.
  4. Kemudian ia menimbang kemungkinan jawaban atau hipotesis dengan akibatnya masing-masing.
  5. Selajutnya ia mencoba mempraktekkan salah satu kemungkinan pemecahan yang dipandangnya terbaik. Hasilnya akan membuktikan betul-tidaknya pemecahan masalah itu. Bilamana pemecahan masalah itu salah atau kurang tepat, maka akan di cobanya kemungkinan yang lain sampai ditemukan pemecahan masalah yang tepat.
Konsep reflektif dari John Dewey berkenaan dengan kemampuan berfikir reflektif dan bersikap reflektif. Kemampuan berfikir reflektif terdiri atas lima komponen yaitu:
  1. recognize or felt difficulty/problem, merasakan dan mengidentifikasikan masalah;
  2. location and definition of the problem, membatasi dan merumuskan masalah;
  3. suggestion of posible solution, mengajukan beberapa kemungkinan alternatif solusi pemecahan masalah;
  4. rational elaboration of an idea, mengembangkan ide untuk memecahkan masalah dengan cara mengumpulkan data yang dibutuhkan;
  5. test and formation of conclusion, melakukan tes untuk menguji solusi pemecahan masalah dan menggunakannya sebagai bahan pertimbangan membuat kesimpulan.
Sikap reflektif yang tidak dapat dilepaskan dari kemampuan berfikir reflektif, dikembangkan berdasarkan konsep awal dari Dewey yang telah diperluas dan diaplikasikan oleh beberapa praktisi di bidang pendidikan guru.


Dalam artikel jurnal Teaching and Teacher Education (vol.12.no.1, Januari 1996), Helen L. Harrington cs mengemukakan dan mengembangkan tiga komponen sikap reflektif yaitu:
  1. openmindedness atau keterbukaan, sebagai refleksi mengenai apa yang diketahui, dalam pembelajaran ada tiga pola dasar yaitu pola berfokus pada guru, siswa, dan inklusif;
  2. responsibility atau tanggung jawab, sebagai sikap moral dan komitmen profesional berkenaan dengan dampak pembelajaran pada siswa saja, siswa dan guru, serta siswa, guru dan orang lainnya;
  3. wholeheartedness atau kesungguhan dalam bertindak dan melaksanakan tugas, dengan cara pembelajaran langsung guru, proses interaktif, dan proses interaktif yang kompleks.
Kemampuan berpikir reflektif terdiri dari kemampuan berpikir kritis dan berpikir kreatif sama seperti kemampuan berpikir lainnya.

Senin, 19 Desember 2011

Berpikir Kritis


Berpikir adalah kegiatan mental untuk menarik kesimpulan. Banyak klasifikasi dari berpikir, salah satunya adalah berpikir kritis. Berpikir kritis merupakan kemampuan untuk berpikir jernih dan rasional, yang meliputi kemampuan untuk berpikir reflektif dan independen. Berpikir kritis juga merupakan kegiatan mengevaluasi dan mempertimbangkan kesimpulan yang akan diambil ketika menentukan beberapa faktor pendukung untuk membuat  keputusan. Berpikir  kritis biasa disebut directed thinking karena berpikir langsung kepada fokus yang akan dituju. Menurut Chance (1986) berpikir kritis adalah kemampuan untuk menganalisis fakta, mencetuskan dan menata gagasan, mempertahankan pendapat, membuat perbandingan, menarik kesimpulan, mengevaluasi argumen dan memecahkan masalah.
Karakteristik yang berhubungan dengan berpikir kritis, dijelaskan Beyer (1995) secara lengkap dalam buku Critical Thinking, yaitu:
1.             Watak (Dispositions)
          Seseorang yang mempunyai keterampilan berpikir kritis mempunyai       sikap skeptis, sangat terbuka, menghargai sebuah kejujuran, respek   terhadap berbagai data dan pendapat, respek terhadap kejelasan dan ketelitian, mencari pandangan-pandangan lain yang berbeda, dan akan berubah sikap ketika terdapat sebuah pendapat yang dianggapnya baik.
2.             Kriteria (Criteria)
          Dalam  berpikir   kritis   harus  mempunyai   sebuah   kriteria   atau patokan. Untuk sampai ke arah sana maka harus menemukan sesuatu untuk diputuskan atau dipercayai. Apabila kita akan menerapkan standarisasi maka haruslah berdasarkan kepada relevansi, keakuratan fakta-fakta, berlandaskan sumber yang kredibel, teliti, tidak bias, bebas dari logika yang keliru, logika yang konsisten, dan pertimbangan yang matang.
3.             Argumen (Argument)
          Argumen adalah pernyataan atau proposisi yang dilandasi oleh data-data. Keterampilan berpikir kritis akan meliputi kegiatan pengenalan, penilaian, dan menyusun argumen.
4.             Pertimbangan atau pemikiran (Reasoning)
          Pertimbangan atau pemikiran adalah kemampuan untuk merangkum kesimpulan dari satu atau beberapa premis. Prosesnya akan meliputi kegiatan menguji hubungan antara beberapa pernyataan atau data.
5.             Sudut pandang (Point of View)
          Sudut pandang adalah cara memandang atau menafsirkan dunia ini, yang akan menentukan konstruksi makna. Seseorang yang berpikir dengan kritis akan memandang sebuah fenomena dari berbagai sudut pandang yang  berbeda.
6.             Prosedur Penerapan Kriteria (Procedures for Applying Criteria)
          Prosedur penerapan berpikir kritis sangat kompleks dan prosedural. Prosedur tersebut akan meliputi merumuskan permasalahan,   menentukan keputusan yang akan diambil, dan mengidentifikasi perkiraan-perkiraan.
Berpikir kritis merupakan salah satu proses berpikir tingkat tinggi yang bersifat konvergen dan dapat digunakan dalam pembentukan sistem konseptual siswa. Menurut Ennis dalam Costa (1985), berpikir kritis adalah cara berpikir reflektif yang masuk akal atau berdasarkan nalar yang difokuskan untuk menentukan apa yang harus diyakini dan dilakukan. Ennis dalam Costa (1985) mengidentifikasi 12 indikator berpikir kritis, yang dikelompokkannya dalam lima besar aktivitas sebagai berikut:
1.             Memberikan penjelasan sederhana, yang berisi: memfokuskan pertanyaan, menganalisis pertanyaan dan bertanya, serta menjawab pertanyaan tentang suatu penjelasan atau pernyataan.
2.             Membangun keterampilan dasar, yang terdiri atas mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya atau tidak dan mengamati serta mempertimbangkan suatu laporan hasil observasi.
3.             Menyimpulkan, yang terdiri atas kegiatan mendeduksi atau mempertimbangkan hasil deduksi, menginduksi atau mempertimbangkan hasil induksi, dan membuat serta menentukan nilai pertimbangan.
4.             Memberikan penjelasan lanjut, yang terdiri atas mengidentifikasi istilah-istilah dan definisi pertimbangan dan juga dimensi, serta mengidentifikasi asumsi.
5.             Mengatur strategi dan teknik, yang terdiri atas menentukan tindakan dan berinteraksi dengan orang lain.
Pendapat yang lain dikemukakan oleh Wade (1995). Menurutnya terdapat delapan karakteristik berpikir kritis, meliputi:
1.             Kegiatan merumuskan pertanyaan
2.             Membatasi permasalahan
3.             Menguji data-data
4.             Menganalisis berbagai pendapat dan bias
5.             Menghindari pertimbangan yang sangat emosional
6.             Menghindari penyederhanaan berlebihan
7.             Mempertimbangkan berbagai interpretasi
8.             Mentoleransi ambiguitas.
Beyer (1988) dalam (Slavin, 2009 : 256) mengidentifikasi 10 indikator keterampilan berpikir kritis siswa antara lain :
1.             Distiguishing between verifiable facts and value claims
2.             Distinguish relevant from irrelevant information, claims, or reasons
3.             Determining the factual accuracy of a statement
4.             Determining the credibility of a source
5.             Identifying ambigous claims or arguments
6.             Identifying unstated assumptions
7.             Detecting bias
8.             Identifying logical fallacies
9.             Recognizing logical inconsintencies in a line of reasoning
10.         Determining the strength of an argument or claim

Dapat disimpulkan bahwa, 10 indikator keterampilan berpikir kritis siswa antara lain membedakan antara fakta dan klaim, membedakan antara informasi yang tidak relevan, klaim, dan alasan, menentukan keakuratan dari suatu pernyataan, menentukan apakah sumber dapat dipercaya atau tidak, mengidentifikasi ambiguitas dari suatu klaim atau pernyataan, mengidentifikasi asumsi yang tidak jelas atau dinyatakan, mendeteksi bias, mengidentifikasi pendapat yang keliru, mengenali penalaran yang tidak konsisten, menentukan kekuatan dari suatu pernyataan.
Beyer menyatakan bahwa sepuluh hal di atas bukan merupakan urutan dari suatu langkah tertentu melainkan lebih kepada sederetan cara yang mungkin dilakukan siswa saat mengolah informasi yang didapat untuk menentukan apakah informasi tersebut benar atau salah. Hal yang perlu dilakukan dalam mengajarkan berpikir kritis pada siswa adalah dengan membantu mereka tidak hanya mengajarkan bagaimana cara menggunakan strategi tersebut namun juga menyesuaikan saat-saat dimana strategi tersebut harus digunakan.
Dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa indikator keterampilan berpikir kritis yaitu :
1.             Memberikan penjelasan sederhana
2.             Mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya atau tidak
3.             Menganalisis berbagai pendapat dan bias
4.             Mengidentifikasi ambiguitas dari suatu pernyataan
5.             Menyimpulkan